Rencana Embarkasi Haji Papua Jadi Sasaran Isu

Sekretaris DPD Demokrat Papua , Apedius Mote Bersama Gubernur Papua, Matius D Fakhiri

Jayapura, Indotimur – 

Rencana pembentukan Embarkasi Haji Papua Raya kembali mencuat dan memantik diskusi hangat. Pemerintah Provinsi Papua saat ini tengah menyiapkan kajian teknis terkait fasilitas, standar pelayanan, serta kesiapan administrasi keberangkatan haji langsung dari wilayah Papua. Namun, di tengah proses itu, muncul narasi tandingan yang mengaitkannya dengan isu identitas dan agama.

Sejumlah kelompok diduga menyebarkan opini bahwa pembangunan embarkasi merupakan bagian dari agenda Islamisasi di Tanah Papua. Isu tersebut beredar di media dan percakapan publik, memicu perdebatan yang jauh dari konteks kebijakan pelayanan.

Gubernur Papua, Matius D. Fakhiri, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak memiliki dasar. Ia menyebut rencana tersebut semata-mata bertujuan meningkatkan pelayanan bagi jamaah haji asal Papua yang selama ini harus menempuh perjalanan jauh ke Makassar atau Surabaya sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci.

“Kita ingin Papua semakin mandiri dalam banyak hal, termasuk pelayanan ibadah. Jamaah haji kita berhak memperoleh kemudahan dan kenyamanan. Pemerintah mempelajari secara serius langkah-langkah yang diperlukan,” ujar MDF.

Selama bertahun-tahun, proses keberangkatan haji dari daerah lain membuat efek ekonomi yang berkaitan dengan pergerakan jamaah tidak dirasakan di Papua. Industri hotel, transportasi darat, kuliner, hingga biro perjalanan sebenarnya berpotensi mendapatkan manfaat jika embarkasi berada di dalam wilayah sendiri.

Sekretaris DPD Demokrat Papua, Apedius Mote ST, menilai bahwa penolakan berbasis sentimen agama adalah sikap yang justru merugikan masyarakat Papua sendiri.

“Ini bukan soal agama. Ini soal pelayanan publik dan kemandirian ekonomi. Berapa banyak hotel, UMKM, dan transportasi lokal yang bisa mendapat manfaat jika keberangkatan dilakukan langsung dari Jayapura”. ujarnya, Senin (10/11).

Menurutnya, narasi yang mengaitkan kebijakan ini dengan Islamisasi hanya mempersempit ruang diskusi, sekaligus menghambat langkah Papua untuk berdiri sejajar dalam hal pengelolaan layanan publik.

“Menolak dengan alasan yang keliru adalah bentuk provokasi yang tidak bertanggung jawab,” tambah Apedius yang pada perhelatan Pilgub lalu sebagai Sekretaris tim Koalisi Papua Cerah MDF- AR.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah daerah sedang menyiapkan kajian infrastruktur, termasuk kesiapan asrama haji dan fasilitas bandara. Proses ini akan melalui evaluasi lintas kementerian sebelum keputusan akhir ditetapkan.

Polemik ini memperlihatkan betapa mudahnya ruang informasi publik digiring pada isu identitas, sehingga inti kebijakan sering terabaikan. Pertanyaan mengenai kualitas pelayanan dan manfaat ekonomi justru tenggelam dalam perdebatan sentimen.

Keputusan mengenai Embarkasi Haji Papua Raya pada akhirnya bukan hanya persoalan fasilitas. Ia menyentuh pertanyaan yang lebih mendasar
Apakah Papua siap mengambil alih peran pengelolaan layanannya sendiri, atau tetap terjebak dalam opini yang dibangun oleh ketakutan dan narasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan

Jadikan Postingan ini Sebagai Diskusi